Ragam Sepak Bola: Benarkah Real Madrid 'Mencuri' Alfredo Di Stefano Dari Barcelona?

Penulis: Hanif Rusli
Jumat 28 Jul 2017, 10:03 WIB
Ragam Sepak Bola: Benarkah Real Madrid 'Mencuri' Alfredo Di Stefano Dari Barcelona?

Alfrefo Di Stefano dalam seragam Real Madrid dan Barcelona

Ligaolahraga.com -

Ligaolahraga – Ragam Sepak Bola: Bagi Real Madrid, Alfredo Di Stefano adalah bagian yang tak terpisahkan dari status mereka sebagai 'Klub Terhebat Abad 20' pilihan FIFA. Namun akan lain ceritanya jika Di Stefano jadi bergabung dengan FC Barcelona, rival abadi Madrid. Sayang transfer pada 1953 itu urung terjadi.

Gagalnya transfer itu menjadi salah satu yang ‘terheboh’ dan ‘teraneh’ dalam sejarah. Tak hanya karena prosesnya yang penuh intrik dan kontroversial, tapi juga rumor keterlibatan pribadi diktator Spanyol Francisco Franco yang secara terbuka mendukung Madrid dan anti-Barcelona.

Dalam situs resmi FC Barcelona, fcbarcelona.com, di halaman sejarah tentang perekrutan Di Stefano, klub tersebut mengklaim keterlibatan “Il Generalisimo” , julukan Franco. “Manuver aneh federasi (RFEF atau PSSI-nya Spanyol) dengan dukungan pihak Franco” menggagalkan kesepakatan itu,” kata Barca.

Garis besarnya, FC Barcelona mengontrak Di Stefano setelah bersepakat dengan River Plate, klub pemilih hak si pemain. Di saat yang sama, Madrid bernegosiasi dengan Millonarios, klub yang dibela Di Stefano kala itu. Sementara FIFA lepas tangan soal perebutan keduanya dan menyerahkan keputusan kepada RFEF.

Pada 15 Mei 1953, “manuver aneh” RFEF itu menyatakan dalam periode empat tahun, Di Stefano selang-seling membela kedua klub setiap musimnya. Karuan saja Barcelona menolak keputusan ini dan akhirnya melepas Di Stefano kepada Madrid.

Pihak Madrid tentu saja membantah keterlibatan Franco dalam mendapatkan Di Stefano. Justru, mereka menyalahkan keteledoran Barcelona sendiri, sehingga Di Stefano tidak jadi bergabung dengan “Blaugrana”. Meski belakangan terungkap sejumlah dokumen resmi yang mendukung klaim Barcelona.

 

https://www.thesun.co.uk/wp-content/uploads/2016/04/02_01174347_46d50a_2774809a.jpg?w=1024&strip=all&quality=100

Sedianya Di Stefano akan berduet dengan Laszlo Kubala di Barca

 

Padahal kala itu Di Stefano diproyeksikan menjadi kekuatan utama Barca bersama pemain terhebat dalam sejarah Barcelona, Laszlo Kubala. Bayangkan bila kedua pemain tersebut berduet dalam satu tim (seperti yang kemudian mereka lakukan di tim nasional Spanyol). Alih-alih dua sahabat itu malah menjadi musuh.

Boleh dikata transfer Di Stefano ke Madrid pada 1953 mendefinisikan sebuah era. Di bawah kepemimpinan Di Stefano, Madrid menjadi tim ‘super’ pertama di Eropa dengan prestasi puncak lima kali beruntun menjuarai Piala Champions, prestasi sensasional yang abadi sampai saat ini.

Sebelum kedatangan Di Stefano, Madrid berada di bawah bayang-bayang Barca yang mendominasi La Liga pasca Perang Sipil Spanyol. Klub kebanggaan Catalan itu merebut empat titel juara liga, plus tiga Copas del Generalismos dan dua Copa Latinas antara 1948 dan 1953.

Kala itu, sosok yang memimpin upaya Madrid kembali ke puncak persepakbolaan Spanyol (dan Eropa pada akhirnya) adalah Santiago Bernabeu. Veteran Perang Sipil Spanyol, dia menjadi anggota klub Madrid sejak usia 15 tahun dan menjadi pemain, kapten tim, direktur pengurus dan bahkan pelatih sebelum duduk di kursi presiden Madrid pada 1943.

 

https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/83/99/01/8399011c8e9e097d7914696dc968397a.jpg

Di Stefano dan Bernabeu (kanan), didampingi Raymon Kopa

 

Di dekade berikutnya, dia meletakkan pondasi arsitektur, ekonomi dan politik pada kesuksesan Madrid. Pertama, pembangunan stadion baru berkapasitas 75 ribu (diperluas menjadi 125 ribu pada 1954) bernama 'Nuevo Estadio Chamartin', yang dibuka pada 1947. Pada 1955 berubah nama menjadi ‘Santiago Bernabeu’.

Berkat stadion ini, keuangan Madrid mulai tumbuh. Pengaturan keuangan yang ketat dan berdatangannya kelompok masyarakat menengah ke atas ke stadion membuat Madrid kaya untuk ukuran saat itu. Tapi langkah bisnis terbesar Madrid adalah perekrutan seorang pemain: Alfredo Di Stefano.

Walau kurang dikenal di Eropa, pemain asal Argentina – keluarganya imigran dari Italia dengan sang ayah eks pemain River Plate dan ibu memiliki darah keturunan Prancis dan Irlandia – ‘La Saeta Rubia’ (Si Panah Pirang) memenangi 6 titel liga di Argentina dan Kolombia, serta membela kedua negara di level internasional.

Di Stefano meninggalkan River Plate untuk bergabung dengan klub Kolombia, Deportivo Los Millonarios di Bogota pada 1949 dengan status pinjaman setelah pemogokan pemain di Argentina. Di sana, Di Stefano menjadi pusat permainan ala ‘total football’ tim berjuluk ‘Ballet Azul’ (Balet dalam Warna Biru).

Akibat perang sipil di Kolombia, FIFA menjatuhi hukuman dan tidak mengakui liga profesional Kolombia. Itu sebabnya liga tersebut bisa melanggar aturan merekrut pemain asing dan memuluskan kedatangan Di Stefano yang kala itu baru berusia 23 tahun.

Tapi pada 1951, kesepakatan dicapai di Lima yang akan memungkinkan Kolombia kembali ke FIFA – dan dapat melakukan partai-partai persahabatan melawan tim-tim asing – dengan syarat liga tersebut menyingkirkan seluruh pemain bintang asing mereka.

 

https://www.theblizzard.co.uk/storage/app/media/uploaded-files/Photo%20Essays/El%20Dorado/cropped-images/46-0-0-0-0-1496759407.jpg

Di Stefano bersama sang idola Adolfo Pedernera (kanan) di Millionarios

 

Kesepakatan itu memungkinkan Millonarios membawa pemain mereka untuk tur global pada 1952 di Uruguay, Peru, Argentina dan Bolivia, dan berakhir di Spanyol. Menang di Valencia, Sevilla dan kemudian Madrid, di ibu kota Spanyol inilah Di Stefano paling menarik perhatian.

Hadir dalam laga Millonarios-Madrid dalam rangka ultah 50 tahun Madrid adalah Bernabeu dan Raimudo Saporta, orang kepercayaannya. Yang juga datang adalah Pepe Samitier, kepala pencari bakat Barca, yang diduga merupakan ‘mata-mata’ Franco, seorang playboy yang gaya hidupnya dibiayai uang suap sang diktator.

Awalnya Barcelona yang sepertinya bakal sukses mendapatkan tanda tangan Di Stefano, walaupun mereka menemui kesulitan dengan siapa harus bernegoasisi. Tidak jelasnya proses keluarnya Di Stefano dari Argentina membuat Millonarios dan River Plate sama-sama mengklaim hak kepemilikannya.

Negosiator Barca yang berprofesi sebagai pengacara dan berdarah Catalan, Ramon Trias Fargas, mampu mencapai kesepakatan dengan River, tapi tidak dengan Millonarios, yang marah dengan taktik ‘bully’ Barca dan utang senilai $5.000 yang belum dibayarkan Di Stefano kepada mereka.

Sikap ‘bully’ yang membuat marah Millionarios dilakukan oleh Joan Busquets, sahabat Samitier di Kolombia yang juga sama-sama Catalan. Samitier meminta bantuan Busquets demi memperlancar negosiasi dengan Millonarios. Namun yang terjadi malah Busquets seperti sengaja menyabotase negoasiasinya.

Perlu diketahui, Busquets merupakan direktur Santa Fe, yang tak lain dan tak bukan, adalah rival terbesar Millionarios. Jadi, dapat dibayangkan bagaimana reaksi Millionarios yang enggan bernegosasi dengan ‘musuh’. Mereka pun jadi setengah hati menyepakati transfer Di Stefano.

 

http://www.urbone.eu/media/images/shop/alfredo-di-stefano-vita-e-prodezze-della-saeta-rubia.jpg

Di Stefano dalam balutan seragam River Plate, Millionaris dan Real Madrid

 

Apalagi harga transfer yang Busquets sampaikan sangat rendah. Dia pun seperti setengah ‘mengancam’ agar Millionarios menerimanya atau negosiasi berakhir. Tentu saja Millionarios menolak. Belakangan Busquets dituduh sengaja menawar harga sedemikian kecil karena dia juga secara rahasia bekerja untuk Madrid.

Mendengar Millonarios menolak tawaran harga Barca, Di Stefano tak mau pulang ke Kolombia setelah tur Millonarios ke Venezuela. Dia alih-alih pergi ke Barcelona dengan keluarga untuk bergabung dengan Barca. Media Catalan memberitakan suksesnya kesepakatan, meskipun faktanya itu tidaklah benar.

Di Stefano sempat bermain dalam dua uji coba bersama Barcelona di Costa Brava. Namun satu teori konspirasi menyebutkan Di Stefano bermain buruk dalam kedua partai itu, sehingga Barcelona jadi tidak yakin lagi untuk menduetkannya dengan Kubala. Bahkan ada klaim Samitier yang menyuruhnya sengaja bermain buruk.

Di tengah negosiasi, Madrid ternyata diam-diam berusaha membujuk Di Stefano untuk lebih memilih membela klub ibu kota. Memakai jas panjang dan kacamata hitam, Saporta disebut secara rahasia datang ke Madrid, mendampingi Di Stefano ke sejumlah restoran terbaik di Barcelona demi membujuk sang bintang.

Baik Barca maupun Madrid bisa menggajinya dengan harga tinggi. Tapi, ada satu fakta krusial yang lebih menguntungkan Madrid. Menurut Saporta, karena Kubala sudah menjadi kesayangan Barca, kota itu tidak cukup besar untuk menampung ego kedua bintang, dan itu mungkin benar.

 

http://www.mundodeportivo.com/r/GODO/MD/p2/MasQueDeporte/Imagenes/2014/07/05/Recortada/MD_20140705_FOTOS_D_54410796133-652x492@MundoDeportivo-Web.jpg

Pada 1961, Di Stefano menghadiri partai perpisahan Kubala dengan memakai seragam Barcelona

 

Trias Fargas sebenarnya hampir saja sukses merampungkan kesepakatan setelah Millonarios melunakkan permintaan mereka atas harga transfer Di Stefano. Dari $40.000 menjadi $10.000, yang juga meliputi pelunasan utang Di Stefano, plus sebuah partai persahabatan yang semua keuntungannya jadi milik Millonarios.

Namun, secara mengejutkan, Presiden Barca Marti Carreto hanya mau membayar $10.000, tanpa ada tambahan apapun. Alasan Carreto bersikap seperti ini menjadi perdebatan sampai sekarang. Ada yang mengklaim Carreto mendapatkan tekanan intens dari pemerintah rezim Franco, tapi dia selalu menegaskan mengedepankan kepentingan Barcelona. Toh, apa pun motifnya, upaya Barcelona mendapatkan Di Stefano menjadi tak jelas dan ini dimanfaatkan oleh Madrid.

Padahal Samitier sudah menyerahkan 4 juta pesetas kepada River Plate pada 1953 dan menandatangani kontrak dengan mereka. Sementara Saporta telah membayar 1,5 juta pesetas kepada Millionarios yang hanya memiliki hak milik atas Di Stefano sampai Desember 1954 saat kontraknya habis.

Dalam sebuah wawancara dengan Marca, Di Stefano mengatakan bagaimana dirinya berencana kembali ke Buenos Aires sebelum dibujuk bermain untuk Madrid. “Saya sangat muak terbang kesana kemari. Saya dikontrak Millionarios sampai Desember 1954, dan mulai 1955, saya bermaksud kembali ke River.”

FIFA sendiri – yang tak tahu Di Stefano meninggalkan Millionarios tanpa permisi – menyetujui transfer dari River ke Barcelona. Masuklah RFEF yang tidak mengakui transfer tersebut dan berkata kedua klub – Millionarios and River Plate – harus sama-sama menyetujui dan merestui transfer tersebut. Karena komplain ini, FIFA pun menyerahkan penyelesaiannya kepada RFEF.

 

https://arjyomitra94.files.wordpress.com/2015/06/h_51468025.jpg

Di Stefano berpose dengan lima trofi Piala Champions yang diraihnya

 

Karena itu, demi menggagalkan pengumuman resmi Barcelona atas transfer Di Stefano , RFEF tiba-tiba menerbitkan aturan yang melarang pembelian pemain asing. Langkah ini berhasil. Carreto pun pergi ke Madrid untuk berbicara dengan Bernabeu.

Kala itu Carreto seperti mengakui kekalahannya setelah menyetujui pelepasan Di Stefano dan mentransfer si pemain ke … Juventus! Secara mengejutkan Bernabeu setuju. Carreto pun kembali ke Barcelona dengan setengah lega. Pikirnya, paling tidak Madrid juga tidak mendapatkan Di Stefano akibat aturan baru RFEF itu.

Namun kemudian Carreto menerima telepon dari Jenderal Jose Moscardo, ketua RFEF, yang mengusulkan kesepakatan di mana Madrid dan Barcelona akan saling berbagi Di Stefano dalam kurun empat tahun, masing-masing dua musim, dengan Madrid mendapatkan giliran pertama.

 

https://static.independent.co.uk/s3fs-public/thumbnails/image/2014/07/07/17/obitstefano.jpg

Di Stefano menjadi topskor kedua sepanjang masa dalam duel ‘El Clasico’ dengan 18 gol

 

Berdasarkan itu, Carreto dan Bernabeu pun membuat kesepakatan, tapi pihak manajemen Barca tak bisa menerimanya dan Carreto pun dipaksa mundur dari jabatannya. Manajemen interim baru Barcelona membatalkan kesepakatan itu dan tetap berpegang pada larangan impor pemain asing yang dikeluarkan RFEF.

Tapi, cerobohnya, manajemen Barcelona tidak membaca kesepakatan tersebut secara teliti. Padahal ada pasal yang menyebutkan bahwa kesepakatan apapun yang dimulai sebelum adanya aturan larangan impor itu, tetap boleh dilanjutkan. Jadilah Di Stefano bebas bergabung dengan Madrid.

Barcelona pun menyerahkan Di Stefano kepada Madrid, dengan syarat Madrid memberikan kompensasi atas uang 4 juta pesetas yang Barca bayarkan kepada River Plate untuk pelepasan legalnya. Jadi, untuk 5,5 juta pesetas, Madrid pun mendapatkan pemain terhebat dalam sejarah mereka.

Dua pekan kemudian, Di Stefano memborong empat gol saat Madrid mencukur Barcelona 5-0 di Bernabeu. Seorang legenda pun lahir.

**

PRESTASI ALFREDO DI STEFANO BERSAMA REAL MADRID (1953-1964)

Piala Champions (5): 1956, 1957, 1958, 1959, 1960

La Liga (8): 1954, 1955, 1957, 1958, 1961, 1962, 1963, 1964

Copa Del Rey (1): 1962

Piala Interkontinental: 1960

Total gol: 308 gol (396 pertandingan)

 

Artikel Tag: Sejarah El Clasico, F.C. Barcelona, Real Madrid

Published by Ligaolahraga.com at https://www.ligaolahraga.com/bola/ragam-sepak-bola-benarkah-real-madrid-mencuri-alfredo-di-stefano-dari-barcelona
10944  
Komentar

Terima kasih. Komentar Anda sudah disimpan dan menunggu moderasi.

Nama
Email
Komentar
160 karakter tersisa

Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar disini