Sempat Lalui Masa-Masa Gelap, Andrey Rublev Minta Bantuan Psikolog
Berita Tenis: Pelatih, Fernando Vicente mengkonfirmasi bahwa Andrey Rublev pernah berada dalam kondisi depresi selama beberapa waktu setelah insiden di Dubai awal musim ini.
Hal tersebut membuat sang petenis harus mengunjungi psikolog beberapa kali dalam satu pekan.
Awal musim ini, petenis peringkat 8 dunia mengantongi sejumlah hasil yang memukau setelah ia memenangkan gelar di Hong Kong dan lolos ke perempatfinal Australian Open. Lalu, ia melenggang ke semifinal di Dubai sebelum kalah dari petenis berkebangsaan Kazakhstan, Alexander Bulik, lalu menyerang wasit garis dengan berteriak di depan wajahnya sebelum didiskualifikasi.
Dalam satu bulan setengah, petenis berusia 27 tahun hanya mencatatkan 1-4 dan tidak seperti dirinya sendiri ketika berada di atas lapangan. Ia juga kalah di babak ketiga French Open dan tersingkir dari babak pertama Wimbledon.
“Setelah Australia, saya yakin kami akan melalui musim yang menakjubkan. Tetapi, situasi tertentu terjadi di Dubai, yang tidak pernah terjadi pada Andrey sebelumnya. Setelah itu, ia benar-benar kehilangan fokus, yang menyebabkan hasil mengecewakan di French Open dan Wimbledon. Satu situasi menghancurkan satu musim. Karena hal tersebut, kami memutuskan untuk melewatkan Olimpiade. Meskipun ia berhasil memenangkan gelar Masters di Madrid,” jelas Vicente.
Setelah kekalahan mengejutkan dari petenis peringkat 85 dunia, Francisco Comesana di babak pertama Wimbledon, Rublev mulai berkonsultasi dengan psikolog sebanyak tiga kali dalam satu pekan. Ketika ia kembali beraksi, ia menjadi runner up di Montreal dan lolos ke beberapa perempatfinal, termasuk di US Open. Ia juga terkualifikasi di ATP Finals dengan mencatatkan 0-3 di fase grup.
“Kami berusaha untuk ada untuknya, mendukungnya, pergi ke psikolog sebanyak tiga kali dalam sepekan, di mana kami membicarakan tentang Andrey, mengingat di mana dirinya ketika semua itu dimulai, dan pencapaian apa yang berhasil ia raih. Itu adalah situasi yang normal. Sebagai seorang pelatih, saya juga menghadapi banyak masalah dalam satu musim, keluarga, anak-anak, dan masalah lain. Tetapi pada akhirnya, kami menyelesaikan musim ini dengan posisi yang cukup baik dan menantikan musim depan dengan harapan yang lebih baik,” tambah Vicente.
“Saya telah bekerja sama dengan Andrey selama sembilan musim. Saya memahami mentalitasnya. Anda jarang puas dengan apa yang anda raih, anda sering merasa sedih. Saya bertanya kepada Safin untuk menjelaskan banyak hal kepada Andrey sehingga ia juga bisa memahami dari mana hal itu berasal.”
Tidak bermain dengan begitu baik selama dua bulan, petenis berusia 27 tahun datang ke Madrid dengan mengalami radang tenggorokan. Saat itu, radangnya sangat buruk bahkan dokter tidak tahu apa yang terjadi, tetapi ia berhasil memenangkan gelar tersebut. Kemudian, ia didiagnosa dengan abses amandel, suatu kondisi yang dalam beberapa kasus bahkan dapat mengancam nyawa.
“Ya, ia sakit di sepanjang pekan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana anda bisa memenangkan turnamen dengan kondisi tenggorokan seperti itu. Ia susah bernapas, malam sebelum final, ia tidur di lantai, energinya nol, tetapi ia menang, saya tidak tahu bagaimana. Secara keseluruhan, ini musim yang gila,” kenang Vicente.
Kemenangan tersebut membantu Rublev, tetapi tim juga menyadari seberapa besar ia terpengaruh dengan tekanan dan ekspektasi. Di Madrid, ia sakit dan tidak terlalu menekan dirinya sendiri maupun berpikir terlalu berlebihan. Baginya, salah satu target terbesar adalah akhirnya menorehkan gebrakan di Grand Slam setelah ia mengantongi 0-10 di perempatfinal Grand Slam.
Artikel Tag: Tenis, Andrey Rublev