Frances Tiafoe Dan Sang Ayah Bagikan Kisah Masa Kecil Dengan Emosional
Berita Tenis: Frances Tiafoe dan ayahnya membagikan beberapa detail tentang kehidupan masa kecilnya selama melakukan wawancara emosinal yang mereka lakukan bersama.
Petenis berusia 26 tahun mendapatkan hasil yang beragam pada musim 2024. Ia lolos ke final turnamen Masters 1000 untuk kali pertama dalam kariernya di Cincinnati sebelum kalah dari petenis berkebangsaan Italia, Jannik Sinner. Ia juga lolos ke semifinal US Open untuk kali kedua dalam kariernya sebelum kalah dari rekan senegaranya, Taylor Fritz.
Sementara itu, petenis AS melakoni ajang eksibisi bersama Carlos Alcaraz awal bulan ini di Charlotte. Ia tampil dengan cukup memukau demi menumbangkan petenis yang telah mengantongi empat gelar Grand Slam.
Kedua petenis lalu setuju untuk melakoni ajang eksibisi lain di Puerto Rico pada bulan Maret yang akan datang. Mantan petenis tuan rumah sekaligus petenis yang pernah memenangkan medali emas Olimpiade tahun 2016, Monica Puig juga akan tampil di ajang eksibisi tersebut, yang pastinya akan menarik para penonton tuan rumah.
Baru-baru ini, sponsor sang petenis Yonex melakukan wawancara bersamanya dan ayahnya, Constant Tiafoe. Constant ingat membangun akademi tenis sebagai pekerja konstruksi dan mendapatkan pekerjaan setelahnya, itulah cara putranya mulai melakoni olahraga tersebut.
“Saya mengatakan oke, jika saya datang ke sini mungkin akan lebih baik daripada di sana. Saya bekerja di konstruksi untuk membangun akademi tenis. Saya tidak tahu apa pun tentang tenis. Setelah selesai, mereka memberi saya pekerjaan,” kenang Constant.
“Saya seperti tukang reparasi. Ketika saya mulai bekerja di sana, itu menjadi masalah besar karena saya tidak bisa membayar uang untuk pengasuhan anak, jadi, saya membawa anak-anak ke kantor. Itu hal yang otomatis, mereka hanya harus bermain tenis karena itu satu-satunya yang bisa dilihat, jadi, anda harus bisa melakukannya dengan baik.”
“Percaya atau tidak, orang tua anak-anak lain, mereka datang kepada saya dan mengatakan, ‘Dengar, anak laki-lakimu memainkan beberapa permainan tenis yang apik. Ia secara konstan memukul bola melawan tembok’. Sementara anak-anak lain bermain tenis, ia hanya memukul bola melawan tembok di sepanjang waktu. Saya cukup banyak bermain bersamanya ketika ia berusia 9 tahun. Dan saya kalah. Jadi, sejak saat itu, saya memutuskan untuk membiarkannya.”
Petenis AS merasa bersyukur bisa menemukan sesuatu yang ia cintai yang memungkinkannya untuk menafkahi keluarganya. Ia mengetahui hanya sedikit petenis dari latar belakang sederhana yang berhasil menjadi petenis profesional.
“Saya hanya suka tenis. Saya suka bagaimana bolanya bersuara membentur tali raket. Saya suka menyaksikan tenis. Saya menyukai ide bahwa anda harus mengambil keputusan dalam 2 detik. Saya ingat ketika saya berusia 11 tahun, saya mengatakan kepada ayah saya, ‘Saya pikir saya akan menjadi petenis profesional’. Ia seperti berkata, ‘Mari kita lalui hari esok’. Ia tidak pernah benar-benar suka ketika orang mengatakan saya berbakat karena pekerjaannya,” jelas Tiafoe.
“Saya seharusnya tidak berada di sini. Saya seharusnya tidak melakukan banyak hal yang telah saya lakukan. Orang-orang akan meneriakkan nama saya dan ingin menjadi seperti saya. Tenis pastinya adalah sebuah anugerah.”
“Saya masih menuliskan kisah ini, jadi, saya memiliki banyak hal yang ingin saya lakukan, tetapi tenis jelas adalah sebuah anugerah. Saya sudah bisa mengurus keluarga saya, jadi, saya adalah orang yang terberkati.”
Artikel Tag: Tenis, Frances Tiafoe