Cori Gauff Ungkap Bagaimana Komentar Kebencian Motivasi Dirinya
Berita Tenis: Cori Gauff mungkin merupakan salah satu petenis belia paling sukses dalam sejarah, tetapi hal tersebut tidak melindunginya dari komentar kebencian dan kritik pedas.
Petenis AS mulai berkiprah di turnamen WTA pada usia 15 tahun di Wimbledon musim 2019. Seorang petenis yang begitu muda dan sukses, sehingga tidak mengejutkan jika ekspektasi baginya meroket tinggi, termasuk mendapat julukan “Serena Selanjutnya”.
Lima musim kemudian, petenis berusia 20 tahun merupakan juara Grand Slam nomor tunggal, mengantongi dua gelar turnamen WTA level 1000, juara WTA Finals, mantan petenis peringkat 1 dunia untuk nomor ganda, juara Grand Slam nomor ganda, dan ia pernah menghuni peringkat tertinggi dalam kariernya untuk nomor tunggal, peringkat 2 dunia.
Meski dengan segudang kesuksesan tersebut, para penggemar menginginkan Gauff untuk lebih sukses. Itulah mengapa ia sering menjadi sasaran komentar dan kritik pedas, yang ia sadari karena seringnya ia tampil di media sosial.
Baru-baru ini, petenis AS memenangkan gelar WTA Finals di Riyadh usai mengalahkan Zheng Qinwen dan sekali lagi ia menggunakannya untuk mengirimkan pesan kuat kepada pihak yang membenci dan memberinya kritik pedas.
“Saya ingat setelah kekalahan saya di Cincinnati, ada Tennis Channel di televisi yang berada di ruang ganti. Saya tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan, tetapi tajuk utamanya seperti, ‘Gauff’s Slump Summer’ atau sesuatu semacam itu. Saya melihatnya dan saya hanya berpikir, ‘Wah, entah bagaimana, saya harus membalikkan keadaan’,” ungkap Gauff.
“Lalu, saya kalah di pertandingan yang cukup sengit melawan Emma Navarro di US Open. Banyak orang yang mengkritik musim saya, menyebutnya flop era. Saya tahu semua istilah Twitter. Saya pikir bagi saya itu hanya motivasi. Saya pengarang dari kisah saya sendiri dan saya tidak akan membiarkan siapa pun meremehkan saya.”
“Saya tidak benar-benar membicarakan hal itu dengan tim saya atau siapa pun. Kadang-kadang kekasih saya, tetapi tidak sedalam itu. Saya banyak menulis jurnal dan saya pikir itu merupakan bentuk refleksi diri dan kesadaran diri.”
“Saya memiliki terapis. Saya belum menemuinya selama beberapa waktu, tetapi saya melakukannya. Saya berusaha menemuinya setiap dua pekan sekali. Saya pikir kombinasi terapis saya, diri saya sendiri, dan tentu orang tua saya.”
“Ayah saya cukup picik seperti saya. Saya yakin hal pertama yang akan ia katakan ketika saya meneleponnya adalah sesuatu tentang apa yang orang-orang katakan tentang saya.”
Artikel Tag: Tenis, Cori Gauff