Aryna Sabalenka Incar Untuk Tiru Dominasi Serena Williams
Berita Tenis: Kemenangan US Open musim 2024 berarti Aryna Sabalenka setidaknya lolos ke semifinal di sembilan dari 12 Grand Slam terakhir yang ia lakoni.
Musim 2024 yang gemilang di mana petenis berusia 26 tahun menyapu bersih gelar Grand Slam yang digelar di hard-court dan menjadi petenis peringkat 1 dunia akhir musim, telah membuat sang petenis bermimpi untuk mendominasi dunia tenis putri seperti yang dilakukan Serena Williams di sepanjang kariernya.
Usai gebrakan di Grand Slam pada musim lalu dengan memenangkan gelar Australian Open, ia berhasil mempertahankan gelar tersebut pada musim ini sebelum memenangkan gelar US Open dan menggantikan Iga Swiatek sebagai petenis peringkat 1 dunia sejak bulan lalu.
“Saya selalu ingin mendominasi turnamen seperti yang Serena lakukan, seperti yang Iga lakukan,” ungkap Sabalenka.
“Itu benar-benar menginspirasi, tetapi saya berusaha fokus dengan diri saya sendiri, mengembangkan diri saya sendiri, memastikan bahwa saya memiliki semua aspek untuk mendominasi turnamen seperti yang mereka lakukan.”
Dengan servis keras dan groundstroke memukau, ia selalu tampak ditakdirkan untuk menghuni peringkat 10 besar dan ia menyelesaikan musim 2021 dengan menghuni peringkat 2 dunia. Tetapi, kesalahan yang ia lakukan di lapangan cukup tinggi dan servisnya menjadi gambaran dari ketidakkonsistenan sampai-sampai ia memuncaki turnamen WTA dalam pelanggaran ganda pada musim 2020. Rasa frustasi pun kadang-kadang membuatnya berlinang air mata.
Kerja sama dengan psikolog dan melatih servisnya dengan pelatih, Gavin MacMillan sebelum musim 2023 telah menjadi pondasi untuk gelar Grand Slam pertamanya di Australian Open musim lalu.
Ia meneruskan performa impresif dan mulai berkembang di luar hard-court setelah ia lolos ke semifinal French Open dan Wimbledon.
Rasa frustasi kembali ketika ia menelan kekalahan pahit tiga set melawan Cori Gauff di final US Open musim lalu dan ia menghancurkan raketnya yang ia pikir sebagai momen pribadi di ruang ganti. Kekecewaan terhadap kekalahan tersebut dipicu dengan fakta bahwa ia baru naik ke peringkat 1 dunia untuk kali pertama.
Ia terpaksa menyerahkan posisi tersebut setelah Swiatek berhasil memenangkan gelar WTA Finals musim lalu, tetapi ia telah menetapkan standar di hard-court musim ini, termasuk setelah ia memenangkan gelar di Cincinnati dan Wuhan, termasuk US Open demi kembali ke posisi puncak.
Tanda bahwa ia mulai lebih tenang dalam menghadapi tekanan dengan berada di posisi puncak muncul ketika ia membuat tradisi menandatangani kepala botak pelatihnya sebelum pertandingan dalam perjalanan memenangkan gelar Australian Open kedua dalam kariernya.
Ia lalu memenangkan hati penggemar AS di final US Open yang ia lakoni melawan Jessica Pegula, di mana ia memperlihatkan pukulan spektakuler yang memamerkan kekuatan dan ketenangan berkat dropshot yang ia tambahkan ke dalam persenjataan yang terus bertambah.
“Lima musim lalu jika seseorang mengatakan kepada saya bahwa saya akhirnya akan belajar untuk melakukan pukulan itu, saya akan tertawa,” seru Sabalenka.
“Saya tidak memiliki sentuhan itu. Saya begitu buruk. Kini, saya memiliki pukulan itu. Itu memberi banyak tekanan kepada lawan karena kini mereka tahu bahwa mereka memiliki lebih banyak variasi.”
Artikel Tag: Tenis, Aryna Sabalenka